Ciri-ciri depresi pada ibu hamil mungkin juga diikuti dengan gejala fisik, seperti sakit kepala dan mual. Namun, karena gejala tersebut menyerupai masalah kehamilan pada umumnya, mungkin sulit untuk membedakannya dengan depresi kecuali Anda berkonsultasi dengan dokter. Penyebab ibu depresi saat hamil Sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti apa yang menyebabkan depresi pada ibu hamil. Akan tetapi, gangguan mental ini biasanya merupakan kombinasi dari beberapa perubahan dalam tubuh, baik terkait hormon, gen, maupun bentuk fisik. Hormon memiliki peranan penting dalam mengatur suasana hati. Maka, saat ibu mengalami perubahan hormon yang cukup drastis, emosinya mungkin juga lebih sulit dikendalikan. Selain itu, jika ada anggota keluarga yang pernah mengalami depresi, ibu mungkin memiliki risiko mengalami hal serupa. Perubahan fisik dan masalah kehamilan juga bisa menjadi faktor lain penyebab depresi saat hamil. Mengutip dari laman American Pregnancy Association, beberapa kondisi berikut bisa membuat ibu hamil berisiko lebih tinggi mengalami depresi. Masalah dalam rumah tangga. Baru bangkit setelah keguguran. Sempat menjalani perawatan masalah kesuburan. Riwayat pelecehan seksual. Hidup sendiri. Masalah finansial. Kekerasan dalam rumah tangga. Hamil pada usia muda di bawah 20 tahun. Riwayat komplikasi kehamilan. Ibu yang mengalami depresi saat hamil juga memiliki risiko lebih besar terhadap depresi postpartum. Dampak depresi pada ibu dan janin Depresi sering kali membuat ibu kehilangan kemampuan dan kendali untuk merawat diri sendiri. Kondisi tersebut kerap berdampak pada timbulnya perilaku berikut. Memiliki pola makan buruk seperti mengonsumsi junk food dan makan tidak teratur. Melewatkan pemeriksaan kehamilan atau tidak mengikuti saran perawatan dari dokter. Merokok, minum alkohol, atau menggunakan obat-obatan berbahaya. Berbagai dampak depresi tersebut tentu tidak hanya membawa bahaya pada ibu hamil, tetapi juga bagi janin. Sebagai akibatnya, bayi dari ibu yang depresi saat hamil memiliki risiko lebih besar mengalami berbagai masalah kesehatan, di antaranya berat bayi lahir rendah BBLR, kelahiran prematur, dan gangguan perkembangan, baik saat dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Mengingat depresi bersifat keturunan, bayi yang lahir dari ibu yang depresi juga memiliki risiko mengalami hal serupa. Selain itu, depresi selama kehamilan akan membuat ibu kesulitan membangun ikatan batin dengan janin. Cara mengatasi depresi saat hamil Depresi pada setiap ibu hamil mungkin perlu ditangani dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan mendatangi psikolog. Jika memang diperlukan, seorang psikolog biasanya akan membantu ibu mengatasi depresi dengan berbagai jenis terapi. Apabila kondisi ibu tidak juga membaik, psikolog mungkin menyarankan ibu mendatangi psikiater untuk mendapatkan obat antidepresan. Mengingat ibu hamil harus lebih selektif dalam minum obat, selalu ikuti saran dokter tentang aturan pakainya. Dua jenis obat depresi yang kerap diresepkan untuk ibu hamil adalah selective serotonin reuptake inhibitors SSRIs dan tricyclic antidepressants TCAs. Supaya hasil pengobatan medis lebih optimal, ibu juga bisa melakukan beberapa hal berikut untuk mengatasi depresi ketika hamil. 1. Olahraga ringan Aktivitas fisik akan mendorong tubuh untuk memproduksi hormon endorfin yang dapat memperbaiki suasana hati sekaligus menurunkan hormon kortisol hormon stres. Pastikan ibu sudah berkonsultasi dengan dokter kandungan terlebih dahulu untuk menentukan jenis olahraga yang cocok dengan kondisi tubuh dan janinnya. 2. Istirahat yang cukup Kurang tidur sangat memengaruhi kemampuan tubuh dan pikiran untuk mengatasi stres dan berbagai tantangan sehari-hari. Perubahan fisik sering kali membuat ibu sulit terlelap pada malam hari. Oleh karena itu, penting untuk menemukan posisi tidur yang nyaman saat hamil. Sebagai tambahan, buatlah jadwal tidur dan bangun yang sama setiap harinya agar Anda bisa tidur lebih nyenyak. 3. Pilih makanan bergizi Makanan tinggi kafein, gula, dan bahan tambahan yang berlebihan tidak hanya berefek negatif bagi kesehatan fisik, tetapi juga mental. Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk lebih memerhatikan asupan makanan selama kehamilan. Selain makanan utama, ibu sebaiknya juga menyediakan camilan sehat selama hamil untuk memenuhi keinginan makan di sela-sela waktu makan berat. 4. Konsumsi asam lemak omega-3 Selama ini, asam lemak omega-3 memang sudah dikenal bermanfaat bagi perkembangan otak dan sistem saraf janin. Namun rupanya, zat gizi ini juga dipercaya mampu mengurangi gejala depresi pada ibu hamil. Sumber omega-3 terbaik untuk ibu hamil yaitu ikan berlemak, tapi pastikan Anda memilih ikan dengan kandungan merkuri yang paling sedikit. Kesimpulan Depresi saat hamil bisa ditandai dengan perubahan mood selama lebih dari dua minggu, rasa sedih dan putus asa, hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. Penyebabnya beragam, dari perubahan hormon, masalah finansial, hingga riwayat komplikasi kehamilan. Depresi pada ibu hamil bisa menimbulkan dampak berupa berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur, dan gangguan perkembangan janin. Anda bisa mengatasinya dengan beristirahat yang cukup, mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga rutin, dan berkonsultasi ke psikolog.Kakakadik melahirkan di rumah sakit yang sama, kaget saat tahu 1 fakta besar tentang 2 anak mereka. Apa yang terjadi? Kakak-adik melahirkan di rumah sakit yang sama, kaget saat tahu 1 fakta besar tentang 2 anak mereka. Apa yang terjadi? Selasa, 12 Juli 2022; Cari. Network. Tribunnews.com; TribunnewsWiki.com; Preeclampsia is one of the most common complications in pregnancy that can lead to various complications such assevere illness, long-term disability, andmaternal, fetal, and neonatal mortality. The prevalence of preeclampsia, 30%-40% can cause maternal mortality, and 30%-50% can lead to perinatal mortality. Maternal age is one of the riskfactors for late-onset preeclampsia. Maternal age is grouped into two categories; extreme age 35 yearsand reproductive age 21-35 years. This studyaims to determine the relationship between maternal age and late-onsetpreeclampsia at PKU Muhammadiyah Surabaya Hospital from January to June 2020. The research method used isobservational analytic with case control design. The samples involved were pregnant women visiting PKUMuhammadiyah Surabaya Hospital from January to June 2020. The data were analyzed using a statistical test ofcontingency coefficient correlation. The results showed that respondents who experienced late-onset preeclampsia inthe extreme age group 35 years were 37 respondents 100% and in reproductive age 21-35 yearswere 28 respondents 80%, the respondent who did not experience late-onset preeclampsia in extreme ages 35 years was 0 respondents0% and in reproductive age 21-35 years were 7 respondents 20%. The resultsof the statistical test for the contingency coefficient correlation showed a p-value of below ≤ All thingsconsidered, there was a significant relationship between maternal age and late-onset preeclampsia at the PKUMuhammadiyah Surabaya Hospital from January to June 2020. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021HUBUNGAN ANTARA USIA IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMPSIA TIPE LAMBATDI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURABAYAAli Mustofa1, Ninuk Dwi Ariningtyas2, Kartika Prahasanti3, Muhammad Anas41Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya* Correspondence AuthorAli MustofaFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurabayaEmail alialmustofa84 is one of the most common complications in pregnancy that can lead to various complications such assevere illness, long-term disability, and maternal, fetal, and neonatal mortality. The prevalence of preeclampsia, 30%-40% can cause maternal mortality, and 30% - 50% can lead to perinatal mortality. Maternal age is one of the riskfactors for late-onset preeclampsia. Maternal age is grouped into two categories; extreme age 35 yearsand reproductive age 21-35 years. This study aims to determine the relationship between maternal age and late-onsetpreeclampsia at PKU Muhammadiyah Surabaya Hospital from January to June 2020. The research method used isobservational analytic with case control design. The samples involved were pregnant women visiting PKUMuhammadiyah Surabaya Hospital from January to June 2020. The data were analyzed using a statistical test ofcontingency coefficient correlation. The results showed that respondents who experienced late-onset preeclampsia inthe extreme age group 35 years were 37 respondents 100% and in reproductive age 21-35 yearswere 28 respondents 80%, the respondent who did not experience late-onset preeclampsia in extreme ages 35 years was 0 respondents 0% and in reproductive age 21-35 years were 7 respondents 20%. The resultsof the statistical test for the contingency coefficient correlation showed a p-value of below ≤ All thingsconsidered, there was a significant relationship between maternal age and late-onset preeclampsia at the PKUMuhammadiyah Surabaya Hospital from January to June Maternal age, Late-onset preeclampsiaAbstrakPreeklampsia adalah salah satu penyulit yang paling sering terjadi dalam kehamilan yang dapat menyebabkan berbagaikomplikasi seperti sakit berat, kecacatan jangka panjang, serta kematian pada ibu, janin dan neonatus. Kejadianpreeklampsia 30%-40% dapat menyebabkan kematian maternal dan 30% - 50% dapat menyebabkan kematianperinatal. Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsia tipe lambat. Usia ibu dikelompokkanmenjadi dua yaitu usia ekstrem 35 tahun dan usia reproduksi 21-35 tahun.Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui hubungan usia ibu hamil dengan preeklampsia tipe lambat di RS PKU MuhammadiyahSurabaya periode Januari sampai dengan Juni 2020. Metode penelitian analitik observasional dengan desain casecontrol. Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan diri ke Rumah Sakit PKU MuhammadiyahSurabaya pada periode Januari sampai dengan Juni 2020. Data dianalisis dengan uji statistik korelasi koefisiensikontingensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Responden yang mengalami preeklampsia tipe lambat dengankelompok usia ekstrem 35 tahun sebanyak 37 responden 100% dan usia reproduksi 21-35 tahunsebanyak 28 responden 80%, pada responden yang tidak mengalami preeklampsia tipe lambat dengan usia ekstrem35 tahun sebanyak 0 responden 0% dan usia reproduksi 21-35 tahun sebanyak 7 responden20%. Hasil uji statisik korelasi koefisiensi kontingensi didapatkan p value 0,004 dibawah ≤0,05. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu hamil dengan preeklampsia tipe lambat diRumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya periode Januari 2020 sampai dengan Juni Kunci Usia ibu, Preeklampsia tipe lambat Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021PENDAHULUANPreeklampsia adalah salah satu penyulit yang palingsering terjadi dalam kehamilan yang dapatmenyebabkan berbagai komplikasi seperti sakit berat,kecacatan jangka panjang, serta kematian pada ibu, janindan neonatus. Terdapat dua kategori pada kematian ibuyang pertama disebabkan kematian karena kehamilandan persalinan secara langsung, yang kedua yaitukematian yang disebabkan secara tidak langsung sepertipenyakit dan bukan karena kehamilan dan Tiga penyebab utama kematian ibu yaituperdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan masih merupakan kontributor utamamorbiditas dan mortalitas ibu dan janin, kejadianpreeklampsia adalah 2% sampai 10% dari seluruhkehamilan di dunia13. Kehamilan yang disertai denganpreeklampsia merupakan kehamilan yang berisikotinggi karena preeklampsia merupakan penyebab dari30% - 40% kematian maternal dan 30%- 50% Kematian Ibu di Indonesia menjadi salahsatu yang tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan hasilSurvei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKIpada tahun 2012 kejadian angka kematian ibu terjadisebanyak 359 per kelahiran hidup. Meskipun,Millenium development goals MDGs menargetkanpenurunan AKI menjadi 102 per kelahiranhidup pada tahun 2015, namun menurut SKDI tahun2012 AKI mengalami peningkatan yaitu 228 menjadi359 kematian ibu per kelahiran WHO kasus preeklampsia tujuh kali lebihtinggi di negara berkembang daripada di negara maju prevalensi preeklampsia di negara majusebanyak - 6%, dan di negara berkembangsebanyak - 18%. Kejadian preeklampsia diIndonesia adalah atau sekitar dua dekade terakhir kejadian preeklampsiacenderung tidak mengalami penurunan yang signifikan,berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurunsesuai dengan perkembangan temuan adalah suatu keadaan pada kehamilanyang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta danrespon maternal terhadap adanya inflamasi sistemikdengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosispreeklampsia yaitu hipertensi tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg yang disertaiproteinuria >300/24 jam urin atau ≥1+ dipstick yangterjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanitayang sebelumnya mempunya tekanan darah dikaitkan dengan peningkatan resikoterjadinya kematian ibu akibatnya diagnosis dinipreeklampsia dan observasi ketat sangat menurut onsetnya dibagi dalam dua jenisyaitu preeklampsia onset dini terjadi kurang dari 35 tahun memiliki risiko yang lebihtinggi untuk mengalami preeklampsia dibandingkandengan wanita yang hamil pada usia reproduksi 20 –35tahun yang dilakukan oleh Novianti 2018didapatkan bahwa presentase data usia ibu denganpreeklampsia pada umur ibu beresiko yaitu 35 tahun lebih banyak yaitu dibandingkandengan usia tidak beresiko 20 –35 tahun yaitusebanyak hal ini menunjukkan bahwa terdapathubungan antara usia ibu hamil dengan yang hamil pada usia ekstrem 35 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untukmengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanitayang hamil pada usia reproduksi 20 –35 tahun Rumah Sakit PKU MuhammadiyahSurabaya pada tahun 2019 menunjukkan pasienpreeklampsia rata-rata mengalami peningkatan disetiapbulannya yaitu pada bulan Februari 2019 pasienpreeklampsia sebanyak 4 pasien sedangkan pada bulanMaret sebanyak 22 pasien preeklampsia dan pada bulanApril sebanyak 33 pasien preeklampsia hal inimenunjukkan adanya peningkatan pasien preeklampsiadi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya padatahun 2019. Berdasarkan uraian dan fenomena dia atas,peneliti tertarik untuk mengetahui dan melakukanpenelitian mengenai hubungan usia ibu hamil denganpreeklampsia tipe lambat di Rumah Sakit PKUMuhammadiyah ini sudah mendapat ijin dari RumahSakit PKU Muhammadiyah Surabaya dan telah terdaftardi komisi etik Fakultas Kedokteran UniversitasMuhammadiyah Surabaya dengan nomor EthicalClearance 025/KET/ ini merupakan penelitian analitikobservasional dengan menggunakan metode pendekatancase control yaitu dengan melihat hubungan usia ibuhamil dengan preeklampsia tipe lambat. Populasi padapenelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang pernahmemeriksakan diri ke Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Surabaya pada periode Januari sampaidengan Juni 2020. Sampel pada penelitian ini totalpopulasi sebanyak 72 ini menggunakan data sekunderberupa rekam medis Rumah Sakit PKU MuhammadiyahSurabaya pada bulan Januari sampai dengan Juni 2020dengan kriteria inklusi ibu hamil yang memeriksakandiri di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabayaperiode Januari 2020 sampai Juni 2020 dan Catatan Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021rekam medik tercatat lengkap sedangkan kriteriaeksklusi Catatan medik tidak tercatat lengkap danhilang. Analisis yang digunakan dalam penelitian iniyaitu analisis bivariat untuk menganalisis hubungan duavariabel menggunakan uji korelasi koefisiensikontingensi untuk melihat hubungan antara usia ibuhamil dengan preeklampsia tipe DAN PEMBAHASANPenelitian mengenai usia ibu hamil danpreeklampsia tipe lambat telah dilakukan di ruang rekammedis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sakit ini terletak di Jl. KH Mas - 182, Nyamplungan, Kecamatan PabeanCantian, Kota Surabaya dengan menggunakan datarekam medis didapatkan responden sebanyak 72 sesuaikriteria inklusi dan eksklusi didapatkan data penelitianyang telah diolah dan disajikan secara sistematis sebagaiberikutTabel 1. Karakteristik ibu hamil yang mengalamipreeklampsiaEkstrem 35 tahunBerdasarkan Tabel 1 diatas diketahui bahwaresponden penderita preeklampsia di Poli KandunganRumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabayamenunjukkan pada kelompok usia ekstrem 35 tahun yaitu 37 responden dan padakelompok usia reproduksi 21-35 tahun yaitu 35responden 2. Tabel silang hubungan antara usia ibu hamildengan preeklampsia tipe lambat di Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Surabaya periode Januari sampaidengan Juni 2020Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahuibahwa responden usia ibu hamil kelompok usia ekstremdengan preeklampsia tipe lambat didapatkan 37 dari37 responden 100% dan pada responden usia ibuhamil kelompok usia reproduksi dengan preeklampsiatipe lambat didapatkan 28 dari 35 responden 80%.Preeklampsia berdasarkan onsetkejadianEkstrem 35tahunHasil Uji Koefisiensi Kontingensi p = p≤ Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021Pada responden usia ibu hamil kelompok usia ekstremdengan preeklampsia tipe dini didapatkan 0 dari 37responden 0% dan pada responden usia ibu hamilkelompok usia reproduksi dengan preeklampsia tipe dinididapatkan 7 dari 35 responden 20%. Hasil ujikorelasi dengan koefisiensi kontingensi didapatkan nilaip-value p≤ hasil tersebut dapat diartikanbahwa terdapat hubungan antara usia ibu hamil denganpreeklampsia tipe lambat di Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Surabaya periode Januari sampaidengan Juni merupakan salah satu hal penting untukmenentukan status reproduksi, hal ini dikarenakanberkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi. Secarateori preeklampsia tipe lambat lebih sering dijumpaipada ibu hamil dengan usia ektrem 35tahun dibandingkan dengan usia reproduksi 21-35tahun.Preeklampsia tipe lambat belum diketahuisecara pasti etiologinya, kejadian preeklampsia tipelambat paling sering dikaitkan dengan teori kegagalanremodelling arteri spiralis, preeklampsia tipe lambatjuga dapat terjadi karena gangguan deferensiasi daninvasi tropoblas hal ini terjadi saat pertumbuhanplasenta mengakibatkan vili arteri spiralis semakinberkurang sehingga menyebabkan perfusi jaringan dandapat meningkatkan stress oksidatif, preeklampsia jugadapat terjadi karena berbagai faktor yang masih belumpasti diketahui penelitian preeklampsia di Rumah SakitPKU Muhammadiyah Surabaya dengan kelompok usiaekstrem sebanyak 37 responden sedangkanpada kelompok usia reproduksi sebanyak 35 responden hal ini selaras dengan penelitian Sari et al.,2017 di RSUD Dr M Djamil Padang menunjukkanbahwa responden kelompok usia ekstrem 35 tahun 57% lebih banyak terjadi preeklampsiadibandingkan dengan kelompok usia reproduksi 21-35tahun.Usia ibu yang ekstrem 35tahun merupakan salah satu faktor resiko terjadipreeklampsia tipe lambat hal ini dikarenakan adanyastrees psikologis, pada usia 35 tahun dapat mengalami penurunan fungsi penelitian hubungan usia ibu hamildengan preeklampsia tipe lambat menggunakan ujikorelasi koefisiensi kontingensi dengan IBM SPSSStatistisc diperoleh p-value p≤ Artinyaterdapat hubungan antara usia ibu hamil denganpreeklampsia tipe lambat di Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Surabaya periode Januari sampaidengan Juni 2020 hal ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan Mustikasari dan Maulidya, 2019 bahwaterdapat hubungan antara usia ibu hamil denganpreeklampsia tipe lambat yaitu p-value dan Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021kelompok usia ekstrem kali lebih beresiko terjadipreeklampsia tipe ibu merupakan salah satu faktor penentustatus kesehatan ibu saat hamil, usia ibu juga merupakansalah satu faktor resiko yang sering ditemukan pada ibudengan preeklampsia, banyak penelitian yangmenyebutkan bahwa usia ekstrem 35tahun beresiko tinggi mengalami preeklampsia tipelambat, usia juga berkaitan dengan system kekbalantubuh, fungsi sel dan juga kemampuan ibu dalammemberikan nutrisi pada ibu yang hamil kurang dari 20 tahun dapatmenyebabkan resiko terjadinya preeklampsia tipelambat, hal ini dikarenakan ibu yang hamil diusia mudaorgan reproduksinya belum berfungsi secara optimalsalah satunya yaitu panggul ibu yang masih belumberkembang optimal dan ukuran uterus ibu hamil usiakurang dari 20 tahun belum berukuran normal. Usia ibuhamil kurang dari 20 tahun juga berpengaruh terhadappemberian suplai makanan dengan baik pada janin yangada didalam rahim hal ini dapat beresiko mengalamikomplikasi saat kehamilan yang dapat berdampak burukpada ibu dan juga ibu hamil lebih dari 35 tahun mengalamipenurunan fungsi organ reproduksi dan kecemasan yangtinggi terhadap kehamilan, ibu hamil pada usia lebih dari35 tahun mengalami degenerasi fungsi struktural danfungsional pembuluh darah sehingga dapatmeningkatkan resiko terjadi preeklampsia tipe hamil pada usia lebih dari 35 tahun semakinbertambah usia semakin tipis cadangan telur dan indungtelur yang mengalami penurunan kepekaan rangsanggonadotropin, hal ini juga menurunnya kualitas sel teluratau ovum dan dapat meningkatkan terjadinya hasil penelitian dan pembahasanyang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapathubungan yang signifikan antara usia ibu hamil denganpreeklampsia tipe lambat di Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Surabaya periode Januari sampaidengan Juni PUSTAKA1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2015Profil 1 kesehatan provinsi jawa timur tahun Denantika, O., Serudji, J. dan Revilla, G. 2015Hubungan Status Gravida dan Usia Ibu terhadapKejadian Preeklampsi di RSUP Dr. M. DjamilPadang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 41, Ertiana, D. dan Wulan, S. R. 2019 HubunganUsia dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamildi RSUD Kabupaten Kediri Tahun 2018’,Midwiferia Jurnal Kebidanan, 52, pp. 1–7. doi English, F. A., Kenny, L. C. dan McCarthy, F. P.2015 Risk factors and effective management ofpreeclampsia’, Integrated Blood Pressure Control,8, pp. 7–12. doi Kandou, P. R. al. 2016 Karakteristik pasiendengan preeklampsia di RSUP Prof. Dr. R. Manado’, Jurnal e-Clinic eCl, Kementrian Kesehatan RI 2013 Rencana aksipercepatan penurunan AKI Khuzaiyah, S. dan Wahyuni, S. 2016Karakteristik Ibu Hamil Preeklampsia’, JurnalIlmiah Kesehatan JIK, IX2.8. Kurniasari, D. dan Arifandini, F. 2015Hubungan Usia , Paritas Dan Diabetes MellitusPada Kehamilan Dengan Kejadian Preeklamsia Volume 4, Nomor 4, Oktober 2021Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja PuskesmasRumbia Kabupaten Lampung Tengah Tahun2014’, Jurnal Kesehatan Holistik, 93, pp. 142–150. doi Maria Burhanuddin, S., Rifayani Krisnadi, S. danPusianawati, D. 2018 Gambaran Karakteristikdan Luaran pada Preeklamsi Awitan Dini danAwitan Lanjut Di RSUP Dr. Hasan SadikinBandung’, Indonesian Journal of Obstetrics &Gynecology Science, 12, pp. 117–124. doi Mustikasari, R. dan Maulidya, P. 2019Hubungan Usia Ibu Hamil dengan KejadianPreeklampsia Awitan Lambat di Rumah SakitUmum Raden Mattaher Provinsi Jambi’,Midwifery Health Journal, 504, pp. 0– Novianti, H. 2018 Pengaruh Usia Dan ParitasTerhadap Kejadian Preeklampsia Di RSUDSidoarjo’, Journal of Health Sciences, 91, doi Nursal, D. G. A., Tamela, P. dan Fitrayeni, F.2017 Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia PadaIbu Hamil Di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun2014’, Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,101, p. 38. doi Prawirohardjo, S. 2016 Ilmu kebidanan. JakartaPT Bina Pustaka Sarwono POGI 2016 PNPK Diagnosis dan TatalaksanaPreeklampsia’, pp. 1– Sari, N. P., Utama, B. I. dan Agus, M. 2017Factors Related with the Incidence of SeverePreeclampsia at the Hospital Dr M DjamilPadang’, Journal of Midwifery, 22, p. 56. doi Suhardjono 2014 Buku ajar ilmu penyakit Interna Sulistyowati, S. 2017 Early and Late OnsetPreeclamsia What did really Matter?’, Journal ofGynecology and Womens Health, 54, pp. 7– ... In addition, it was found that there was an increased risk of preeclampsia with an increase in BMI. Women with a BMI > 35 before pregnancy had a fourfold risk of developing preeclampsia compared with women with a BMI of [19][20][21][22][23][24][25][26][27]. Several studies have also found that women with a BMI of the proceeds Ho is rejected, and the variable parity performed using chi- square test of Pearson chi-square didapatkannilai and p = from the results of Ho rejected. From the multiple logistic regression multivariate analysis showed calculation results Nagelkerke R 0234 square connotes age and parity variables simultaneously able to explain of variations in the risk of preeclampsia. In conclusion there is the effect of age on preeclampsia, and there is also the effect of parity against A English Louise C KennyFergus P. McCarthyPreeclampsia, a hypertensive disorder of pregnancy is estimated to complicate 2%-8% of pregnancies and remains a principal cause of maternal and fetal morbidity and mortality. Preeclampsia may present at any gestation but is more commonly encountered in the third trimester. Multiple risk factors have been documented, including family history, nulliparity, egg donation, diabetes, and obesity. Significant progress has been made in developing tests to predict risk of preeclampsia in pregnancy, but these remain confined to clinical trial settings and center around measuring angiogenic profiles, including placental growth factor or newer tests involving metabolomics. Less progress has been made in developing new treatments and therapeutic targets, and aspirin remains one of the few agents shown to consistently reduce the risk of developing preeclampsia. This review serves to discuss recent advances in risk factor identification, prediction techniques, and management of preeclampsia in antenatal, intrapartum, and postnatal patients. Dien NursalPratiwi TamelaFitrayeni FitrayeniPreeklampsia merupakan penyakit yang disebabkan kehamilan dan penyebab kematian maternal. Angka kejadian preeklampsia di RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2014 adalah 20,14%. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel 34 kasus dan 34 kontrol, perbandingan 11. Pengambilan sampel menggunakan teknik systematic random sampling. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji Chi-Square dan multivariat dengan analisis Regresi Logistik Ganda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan umur p=0,006, dan obesitas p=0,031 berisiko secara bermakna, sedangkan status gravida, riwayat diabetes mellitus dan tingkat pendidikan tidak terdapat hubungan yang bermakna dan bukan faktor risiko preeklampsia pada ibu hamil di RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor paling dominan terhadap kejadian preeklampsia adalah umur p=0,001. Umur dan obesitas merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan promotif dan preventif dengan penyuluhan dan sosialisasi mengenai umur beresiko preeklampsia dan mengurangi berat Kunci Preeklampsia, Ibu Hamil, Faktor Risiko, RSUP M Djamil PadangO DenantikaJ SerudjiG RevillaDenantika, O., Serudji, J. dan Revilla, G. 2015 'Hubungan Status Gravida dan Usia Ibu terhadap Kejadian Preeklampsi di RSUP Dr. M. Djamil Padang', Jurnal Kesehatan Masyarakat, 41, pp. Usia dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamil di RSUD Kabupaten Kediri TahunD ErtianaS R Dan WulanErtiana, D. dan Wulan, S. R. 2019 'Hubungan Usia dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamil di RSUD Kabupaten Kediri Tahun 2018', Midwiferia Jurnal Kebidanan, 52, pp. 1-7. doi pasien dengan preeklampsia di RSUP ProfP R D KandouKandou, P. R. D. et al. 2016 'Karakteristik pasien dengan preeklampsia di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado', Jurnal e-Clinic eCl, 4.
Garagara hamil di waktu yang bersamaan, kesembilan suster ini pun mendadak viral karena diduga bakal melahirkan pada waktu yang sama pula. Rabu, 6 Oktober 2021 Cari
Kabar bahagia datang dari pasangan Asmirandah Zantman dan Jonas Rivanno. Kepada Rio Motret, Asmirandah mengaku berencana untuk mulai program hamil anak kedua. Untuk program hamil kedua ini, Asmirandah memilih program Frozen Embryo Transfer FET. Frozen Embryo Transfer FET adalah jenis perawatan in vitro fertilisation IVF alias bayi tabung dimana embrio yang telah dibekukan dan disimpan embrio kriopreservasi dalam siklus IVF dicairkan dan dipindahkan ke rahim. baca juga 5 Fakta Asmirandah Alami Keguguran Kehamilan Kedua di Usia Kandungan 11 Minggu Alami Keguguran, Asmirandah Belajar Ikhlas Dari Anak Pertamanya Belajar Dari Kehamilan Kedua Asmirandah, Ini Tips Isoman Bagi Ibu Hamil FET biasanya menggunakan embrio ekstra yang dimiliki pasangan dari siklus IVF konvensional sebelumnya. Hal ini berarti kamu tidak perlu menjalani siklus stimulasi hormon dan pengumpulan sel telur lagi, seperti prosedur IVF awal. Selain menghemat waktu, prosedur ini juga dapat menghindari stres fisik dan emosional yang kerap terjadi saat menjalani program IVF. Prosedur FET Melansir Very Well Family, ada dua jenis siklus FE, yaitu hormonal dan alami. Ada pun siklus yang paling umum dilakukan adalah dengan dukungan hormon. Siklus hormonal dimulai pada akhir siklus menstruasi sebelumnya, seperti siklus IVF konvensional. Berikut AKURAT. CO uraikan tahapannya Setelah mendapatkan menstruasi, dilakukan USG dasar dan pemeriksaan darah. Jika semuanya terlihat baik, suplementasi estrogen dimulai untuk membantu memastikan lapisan endometrium yang sehat. Suplementasi estrogen dilanjutkan selama sekitar dua minggu, kemudian dilakukan USG dan beberapa tes darah. Setelah kira-kira dua minggu dukungan estrogen, dukungan progesteron ditambahkan. Pemindahan embrio dijadwalkan berdasarkan kapan suplementasi progesteron dimulai dan pada tahap apa embrio dikriopreservasi. Sementara dengan siklus alami, tidak ada penggunaan obat untuk mengontrol ovulasi. Sebaliknya, transfer embrio dijadwalkan berdasarkan kapan ovulasi terjadi secara alami. Waktu transfer embrio sangat penting. Itu harus terjadi beberapa hari setelah ovulasi. Pengaturan waktu sangat penting. Oleh sebab itu, siklus ini harus dipantau secara ketat. Kamu bisa melakukannya di rumah dengan tes prediksi ovulasi. Namun, kamu disarankan untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit dengan USG dan tes darah untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Pada saat ovulasi terdeteksi, suplementasi progesteron dimulai, dan tanggal transfer dijadwalkan. Adapun siklus FET memiliki risiko yang jauh lebih sedikit daripada siklus IVF penuh. Salah satu risiko utama menggunakan IVF dan obat kesuburan adalah sindrom hiperstimulasi ovarium OHSS. Namun, kamu tidak perlu khawatir tentang OHSS dalam siklus FET karena obat perangsang ovarium tidak digunakan.[]
Berikutadalah rumah sakit yang menyediakan program hamil: 1. klinik teratai gading pluit. klinik yang terletak di gading pluit ini memiliki
Jika Anda akan menjalani program bayi tabung maka Anda juga akan mendengar istilah frozen embryo transfer FET. Metode ini merupakan salah satu teknologi yang terdapat dalam program bayi tabung. Menurut pakar, metode ini dapat meningkatkan peluang embryo transfer adalah salah satu proses dalam proses bayi tabung yang dilakukan dengan cara mencairkan embrio yang telah dibekukan. FET atau transfer embrio beku kerap dilakukan bagi pasangan yang melakukan prosedur bayi bayi tabung merupakan proses pembiakan embrio di laboratorium melalui hasil pembuahan sel telur oleh sperma di luar tubuh in vitro. Program bayi tabung biasanya menjadi salah satu pilihan bagi pasangan suami istri yang belum juga hamil setelah bertahun-tahun mencoba program program bayi tabung, dokter akan menyarankan calon ibu hamil untuk langsung menjalani penanaman embrio di dalam rahim. Namun, pada beberapa kasus tertentu, penanaman embrio tidak bisa langsung dilakukan dan mengalami penundaan. Pada saat penundaan ini, embrio akan disimpan dalam freezer khusus dengan cairan nitrogen dengan suhu rendah. Apabila kondisi calon ibu hamil telah siap, maka embrio akan dicairkan kembali sebelum dimasukkan ke dalam Embrio Transfer FET saat ini memegang peranan penting dalam proses teknologi reproduksi berbantu, dengan membawa dua keuntungan itu menurunkan angka kehamilan ganda karena jumlah embrio yang diimplantasikan dapat dikurangi, selain itu FET dapat memaksimalkan kemungkinan kehamilan dari setiap proses pengambilan oosit sel telur.Indikasi Frozen Embryo TransferTransfer embrio beku atau FET bisa dilakukan dalam beberapa indikasi tertentu yang dialami pada wanita yang menjalani program bayi adanya OHSSSalah satu indikasi pasien dapat melakukan frozen embryo transfer FET adalah ketika pasien memiliki potensi risiko mengalami sindrom hiperstimulasi ovarium atau yang juga disebut OHSS. Sindrom hiperstimulasi ovarium merupakan kondisi di mana seorang wanita menghasilkan sel telur lebih merupakan kondisi normal pada wanita yang menjalani program bayi tabung. Hal ini diakibatkan oleh obat penyubur yang dihasilkan lebih dari satuPada program bayi tabung, sel telur yang dibuahi oleh sperma bisa menghasilkan beberapa embrio. meski begitu, dokter hanya memasukkan satu embrio ke dalam rahim calon ibu hamil. Hal ini guna mencegah terjadinya kehamilan kembar. Sisa embrio tersebut akan disimpan dengan cara dibekukan guna rencana cadangan. Apabila embrio yang telah ditanam ke dalam rahim gagal berkembang, maka dapat menggunakan cadangan embrio yang disimpan dalam frozen embryo dapat menjalani transfer embrio langsungPada beberapa kasus tertentu, wanita yang menjalani program bayi tabung tidak dapat melakukan transfer embrio langsung. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor, baik kondisi tertentu atau pun kondisi rahim yang yang tidak optimal pada saat siklus kehamilan di masa mendatangTeknologi frozen embryo transfer dapat dilakukan jika pasangan suami istri ingin menunda kehamilan dan merencanakan kehamilan di masa mendatang. Embrio dapat dibekukan selama beberapa pemeriksaan genetikFrozen embryo transfer dapat dilakukan bagi pasangan yang memiliki rencana untuk melakukan pemeriksaan genetik embrio sebelum implantasi, seperti PGT-A atau PGT. Selain itu, metode ini juga dapat dilakukan bagi pasangan yang berencana melakukan stimulasi ganda untuk pengumpulan Embryo Transfer Memiliki Peluang Tinggi Kehamilan?Sebuah studi menunjukkan bahwa tingkat kehamilan dengan transfer embrio beku memiliki peluang lebih tinggi dibandingkan dengan transfer embrio segar. Namun sebenarnya, tingkat keberhasilan frozen embryo transfer atau transfer embrio beku sama dengan transfer embrio keberhasilan tergantung daripada kesiapan rahim dan hormon calon ibu. Fresh Embryo Transfer atau Frozen Embryo Transfer bersifat individual dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing OHSS juga bisa menurun pada strategi “freeze all”. Meski kondisi ini juga meningkatkan risiko hipertensi maternal dan risiko memiliki yang lebih Sebelum Frozen Embryo TransferTerdapat beberapa persiapan sebelum frozen embryo transfer, diantaranyaPemeriksaan rahimPemeriksaan beberapa jenis penyakit menularPemeriksaan cadangan ovariumPemeriksaan kualitas sperma1. Pemeriksaan rahimPada proses bayi tabung sebelum melakukan frozen embryo transfer dilakukan beberapa pemeriksaan kondisi rahim untuk mengetahui kondisi rongga rahim secara rinci. Hal ini dilakukan dokter untuk memastikan kesiapan rahim dari calon ibu Pemeriksaan beberapa jenis penyakit menularSalah satu rangkaian persiapan sebelum frozen embryo transfer tentu melakukan pemeriksaan melalui beberapa tes penyakit menular. Hal ini dilakukan sebagai langkah pemeriksaan awal untuk calon ibu agar mendapat perawatan lebih Pemeriksaan cadangan ovariumPemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berapa banyak sel telur yang telah mencapai tahap perkembangan lanjutan. Biasanya, dokter akan melakukan pemeriksaan hormon melalui sampel daerah. Pemeriksaan ini juga akan membantu dokter mengevaluasi kondisi Pemeriksaan kualitas spermaSalah satu persiapan sebelum frozen embryo transfer adalah melakukan pemeriksaan kualitas sperma. Dokter akan melakukan pemeriksaan air mani pria mengetahui jumlah dan kualitas sperma pria. Hal ini merupakan rangkaian pemeriksaan tes kesuburan sebelum menjalani program bayi persiapan sebelum frozen embryo transfer tersebut merupakan langkah-langkah awal sebelum menjalani program bayi Sebelum Melakukan Bayi TabungSebelum menjalani proses frozen embryo transfer, Anda harus memahami rangkaian persiapan sebelum menjalani program bayi rahimPada proses bayi tabung sebelum melakukan frozen embryo transfer dilakukan beberapa pemeriksaan kondisi rahim untuk mengetahui kondisi rongga rahim secara rinci. Hal ini dilakukan dokter untuk memastikan kesiapan rahim dari calon ibu beberapa jenis penyakit menularSalah satu rangkaian persiapan sebelum frozen embryo transfer tentu melakukan pemeriksaan melalui beberapa tes penyakit menular. Hal ini dilakukan sebagai langkah pemeriksaan awal untuk calon ibu agar mendapat perawatan lebih cadangan ovariumPemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berapa banyak sel telur yang telah mencapai tahap perkembangan lanjutan. Biasanya, dokter akan melakukan pemeriksaan hormon melalui sampel daerah. Pemeriksaan ini juga akan membantu dokter mengevaluasi kondisi kualitas spermaSalah satu persiapan sebelum frozen embryo transfer adalah melakukan pemeriksaan kualitas sperma. Dokter akan melakukan pemeriksaan air mani pria mengetahui jumlah dan kualitas sperma pria. Hal ini merupakan rangkaian pemeriksaan tes kesuburan sebelum menjalani program bayi membaca penjelasan di atas, diharapkan Ayah Bunda memahami rangkaian persiapan sebelum menjalani frozen embryo transfer. tcIe. 11 288 59 256 18 298 78 18 185